SENTANI, semuwaberita.com - Penggunaan dana hibah dari BNPB untuk rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana banjir bandang dan longsor bantuan senilai Rp 53 miliar dari Rp 275 miliar yang digelontorkan pada September 2020 lalu oleh BNPB kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura itu dipertanyakan oleh Anggota DPRD Kabupaten Jayapura Sihar Lumban Tobing.
Dimana dana Rp 53 miliar itu merupakan hasil audit BPK yang digunakan untuk membiayai kegiatan di 16 OPD di lingkup Pemkab Jayapura.
“Jadi, sesuai dengan LHP dari BPK untuk APBD Kabupaten Jayapura tahun anggaran 2020 dan saya sendiri sudah baca LHP-nya. Memang ada beberapa temuan dan juga ada beberapa rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh BPK untuk dipatuhi oleh Pemkab Jayapura," kata Sihar Lumban Tobing, SH, yang juga Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Jayapura kepada wartawan di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, pekan kemarin.
"Tapi, disini yang paling saya soroti adalah tentang temuan di dana hibah banjir bandang terkait penangggulangan bencana dan rekonstruksi pascabencana banjir bandang,” sebutnya menambahkan.
Diungkapkannya, temuan ini cukup besar, karena berdasarkan LHP dari BPK itu ada sekitar 53 miliar rupiah dana hibah yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Selaku anggota Dewan, Sihar menuturkan, bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan dan juga tidak mengetahuhi penggunaan dari dana 53 miliar rupiah itu untuk membiayai kegiatan di 16 OPD yang ada di Pemkab Jayapura. Bahkan, pihaknya baru mengetahui pengalihan penggunaan dana hibah bencana senilai Rp 53 miliar itu setelah BPK mengeluarkan LHP atas LKPD Kabupaten Jayapura Tahun Anggaran 2020.
“Setelah saya baca di LHP ini, hasil audit BPK itu, ada 53 miliar rupiah ternyata yang digunakan untuk pembiayaan di 16 OPD pada tahun 2020 lalu,” ujar pria yang juga Praktisi Hukum.
Pihaknya, sangat menyayangkan langkah pemerintah daerah tersebut. Padahal sesuai dengan aturan, dana hibah itu harus sesuai dengan peruntukannya dan aturan mengenai penggunaan dana hibah itu termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2011 tentang hibah. Di situ jelas-jelas disebutkan, bahwa hibah daerah itu penggunaannya harus secara spesifik dan telah ditetapkan peruntukannya serta dilakukan melalui perjanjian.
“Itu jelas, saya yakin dalam perjanjian antara BNPB dan pemerintah daerah, saya yakin tidak ada penggunaan dana hibah ini untuk kegiatan lain di luar penanggulangan masalah bencana atau pascabencana saat itu,” tegasnya.
Lanjut Sihar Tobing mengatakan, sejak awal terkait penggunaan dana hibah tersebut, DPRD tidak pernah dilibatkan untuk mendapatkan persetujuan atau izin prinsip sekalipun.
“Bagi kami, ini sangat aneh sekali ya. Karena di satu sisi, kok ada penggunaan dana hibah dipakai untuk menunjang kegiatan lain, yang jumlahnya sangat fantastis senilai 53 miliar rupiah, kok tidak pernah mendapat persetujuan dari kami di DPRD, paling tidak izin perinsip lah. Tapi, ini sama sekali tidak ada,” herannya.
Persoalan ini, tegas Sihar, harus diseriusi oleh DPRD. Karena ini jelas-jelas sudah menyalahi aturan yang ada. Bahkan, pihaknya akan membentuk Pansus LHP BPK, untuk menyikapi persoalan ini.
“Yang jelas ini menyalahi aturan, karena tidak sesuai peruntukannya. Soal ada unsur pidana pada akhirnya, itu lebih pada ranah aparat penegak hukum. Kalau kami di DPRD lebih setuju kalau ini dibuatkan Pansus. Supaya bisa kami klarifikasi. Ini dana 53 miliar lebih, bukan dana kecil loh," tambah Anggota Fraksi Bhinneka Tunggal Ika (BTI) DPRD Kabupaten Jayapura ini diakhir wawancaranya.
Sementara itu ditempat terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jayapura, Dra. Hanna S. Hikoyabi, S.Pd, M.KP, ketika dikonfirmasi wartawan media online ini, baik menghubunginya secara langsung via telepon seluler maupun mengirimkan pesan singkat (SMS) ke nomor telepon selulernya. Namun, Sekda Hanna hanya membalas pesan singkat (SMS) ke wartawan media online dengan menuliskan pesan, bahwa bisa langsung ke BPKAD.
Sementara itu, Kepala BPKAD Kabupaten Jayapura, Subhan, SE, ketika dikonfirmasi wartawan media online ini, baik dengan mengirim SMS maupun di telepon selulernya juga tidak diangkat.
Sebelumnya, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap LKPD tahun anggaran 2020, BPK RI Perwakilan Provinsi Papua menemukan masih adanya temuan beberapa permasalahan berupa permasalahan realisasi belanja pegawai untuk pembayaran gaji dan tunjangan kepada 58 orang pegawai yang tidak masuk kerja lebih dari 64 hari.
Selanjutnya, permasalahan penggunaan dana hibah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana banjir bandang dan tanah longsor yang tidak sesuai peruntukannya.
Permasalahan lainnya, biaya rehabilitasi aset tetap gedung dan bangunan serta jalan, irigasi dan jaringan belum dikapitalisasi ke aset induk.
“Atas permasalahan di atas, maka kami dari BPK telah memberikan rekomendasi perbaikan, untuk ditindaklanjuti oleh kepala daerah sebagaimana dimuat dalam laporan yang telah kami serahkan,” tegas kepala BPK perwakilan Papua, Paula Henry Simatupang pada acara penyerahan LHP BPK atas LKPD Kabupaten Jayapura Tahun Anggaran 2020.(Irf)