SENTANI, semuwaberita.com - Anggota Badan Pengawas atau Dewan Komisaris Perusahaan Daerah (Perusda) Pemerintah Kabupaten Jayapura, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PD. Baniyau, Ir. Hengky Jokhu mengundurkan diri dari jabatannya.
Kepada wartawan di Sentani, Selasa (15/06/2021) Hengky Jokhu membeberkan alasannya. Ia mengatakan pengunduran dirinya sebagai Anggota Badan Pengawas Perusda Baniyau, dikarenakan dirinya tidak melihat greget pemerintah untuk berinvestasi lewat Perusda guna membangun perekonomian di daerah. Sebab sejatinya perusahaan daerah harus menjadi sebuah BUMD yang memberikan keuntungan, namun 50 persennya tentunya harus ada sosial.
"Jadi perusahaan daerah atau Perusda ini hanya semacam sebuah badan usaha milik daerah yang sifatnya formalitas saja untuk memenuhi aturan yakni, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 maupun Perpres Nomor 91. Yang mana, saya tidak melihat greget pemerintah untuk berinvestasi lewat Perusda guna membangun perekonomian di daerah ini. Kemudian, perusahaan daerah ini harus menjadi sebuah BUMD yang memberikan Fifty-Fifty, orientasinya tentu profit. Tapi, harus 50 persennya sosial," bebernya.
Pengunduran dirinya ini sudah disampaikan secara tertulis kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura atau pemegang saham Perusda Baniyau yakni, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE, M.Si, dan tembusannya ke Sekda Kabupaten Jayapura Dra. Hanna S. Hikoyabi.
“Secara lisan dan tertulis sudah saya sampaikan sejak bulan Mei 2021 lalu. Jadi saya sudah mundur dari Perusda Baniyau, kan Perusda itu masa jabatannya setiap dua tahun diperpanjang. Sudah dua tahun sampai dengan di bulan Desember tahun 2020, ya sudah saya mundur aja," aku Hengky Jokhu
Alasan lain pengunduran dirinya, lanjut Hengky, karena mengingat banyak persoalan yang ada di dalam Perusda Baniyau.
"Jadi semua ini tidak bisa berjalan, karena keterbatasan modal dan juga banyak persoalan-persoalan seperti yang tadi saya katakan itu, perusda ini hanya sebuah formalitas untuk memenuhi aturan-aturan yang ada," tuturnya.
Ia mencontohkan seperti aset-aset yang diserahkan kepada BUMD berupa tanah. Ternyata tiga aset ini bermasalah, baik di Kota Jayapura maupun Kabupaten Jayapura semua aset ini bermasalah
Kenapa bisa bermasalah? urai Hengky, karena proses pembelian atau pelepasannya pada periode-periode lalu itu tidak pernah tuntas, seperti kantor pemerintah yang ada di APO itu dihibahkan kepada Perusda Baniyau.
"Memang nilai hibahnya cukup besar, jadi kelihatan ini penyertaan modalnya besar. Padahal, itu nilainya tidak ada manfaatnya. Hal itu di klaim dan digunakan oleh masyarakat adat, lalu sudah disewakan kepada orang lain yaitu, bekas kantor Dinas PU. Kalau lewat pengadilan diurus itu biayanya akan besar dan waktunya akan lama, serta totalnya bisa menghabiskan anggaran lebih besar dari nilai asetnya tersebut," ujar pria yang juga Ketua LSM Papua Bangkit tersebut.
"Jadi saya lihat itu tidak masuk di akal ini. Semua aset yang diserahkan ke Perusda itu bermasalah, dan semua aset yang diserahkan itu diduduki oleh orang lain," herannya.
Kalau pemerintah harus mengambil alih kembali, sebut Hengky, maka biayanya besar. Demikian juga tanah pembangunan perumahan di Doyo Baru, tumpang tindih masalah, kasusnya ke pengadilan dan prosesnya berbelit-belit, lalu nilai tanahnya mahal dan dibangun rumah diatasnya, maka harga rumah pun menjadi naik
"Padahal rumah KPR BTN itu ditentukan harganya oleh pemerintah, sementara karena tanahnya mahal, tanah milik pemerintah lalu jual kepada masyarakat (peminat). Ya, otomatis harganya jauh dari KPR BTN yang telah ditentukan oleh pemerintah. Itulah persoalan-persoalan yang ada terjadi di Perusda," pungkasnya. (Irf)