Jayapura, semuwaberita.com - Polda Papua mencatat sejarah baru dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Untuk pertama kalinya, aparat kepolisian di Bumi Cenderawasih berhasil mengungkap kasus besar dengan nilai kerugian negara mencapai lebih dari Rp168 miliar. Kasus ini terkait penyelewengan dana kampung di Kabupaten Lanny Jaya, Papua Pegunungan, yang berlangsung sejak tahun 2022 hingga 2024.
Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kesejahteraan, dan penanggulangan kemiskinan di 354 kampung justru dikorupsi oleh sejumlah pejabat daerah, oknum ASN Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK), hingga pihak Bank Papua cabang Tiom. Ironisnya, penyelewengan dilakukan tanpa sepengetahuan para kepala kampung maupun bendahara kampung selaku pengelola resmi dana tersebut.
Kapolda Papua, Irjen Pol Patrige Renwarin, dalam konferensi pers di Mapolda Papua, Kamis (25/9/2025) menegaskan, pengungkapan kasus ini merupakan hasil penyelidikan intensif selama satu tahun.
“Prosesnya melalui tahapan panjang. Beberapa kali gelar perkara dilakukan, ditambah audit dari BPKP. Setelah alat bukti cukup, status kasus dinaikkan ke tahap penyidikan, hingga akhirnya kami menetapkan sembilan orang sebagai tersangka,” kata Kapolda Patrige yang didampingi Dirkrimsus Kombes Pol Era Adhinata dan Kabid Humas Kombes Pol Cahyo Sukarnito dan Kasubdit Tipidkor Kompol Jeffri Tambunan
Dari kasus ini, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti, antara lain uang tunai Rp14,6 miliar, empat bidang tanah di Tana Toraja dan Keerom, serta empat unit kendaraan roda empat.
“Ini pengungkapan terbesar yang pernah dilakukan Polda Papua. Bukti keseriusan kami dalam melindungi keuangan negara, terutama dana yang menyentuh langsung masyarakat di Papua,” tegas Kapolda.
Kombes Era Adhinata menjelaskan, modus yang digunakan para tersangka adalah memindahkan dana dari rekening kepala kampung ke rekening penampung (Ops P3MD) di Bank Papua berdasarkan surat permohonan dari Dinas DPMK dengan persetujuan pihak bank. Praktik tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perbendaharaan Negara.
Penyalahgunaan juga dipicu terbitnya Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2023 dan Nomor 2 Tahun 2024 terkait pembagian dan penetapan besaran dana kampung, yang tidak sesuai dengan ketentuan perundangan seperti Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, PP Nomor 12 Tahun 2019, serta Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.
Adapun sembilan tersangka yang ditetapkan, antara lain:
1. TK, Plt Kepala DPMK Lanny Jaya (2024), meraup keuntungan Rp16 miliar.
2. YFM, Koordinator tenaga ahli, keuntungan Rp69 miliar.
3. CY, tenaga ahli DPMK, keuntungan Rp5 miliar.
4. AS, Sekretaris DPMK (2022–2023), keuntungan Rp44 miliar.
5. PW, Sekda sekaligus PJ Bupati (2022–2024), keuntungan Rp11 miliar.
6. TY, Kabid DPMK, keuntungan Rp22 miliar.
7. CMSM, pimpinan Bank Papua cabang Tiom (2023), otorisasi pemindahbukuan Rp34 miliar tanpa dasar.
8. JEU, Plh pimpinan Bank Papua cabang Tiom (2023), otorisasi pemindahbukuan Rp21 miliar.
9. HDW, pimpinan Bank Papua cabang Tiom (2023–2024), otorisasi pemindahbukuan Rp77 miliar.
Kesembilan tersangka dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, hingga Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, serta pasal-pasal terkait di UU Perbankan dan KUHP.