Left Sidebar
Left Sidebar
Featured News
Right Sidebar
Right Sidebar

Foto : Yustinus Mirip yang memiliki keterbatasan fisik saat foto usai wisuda/Istimewa

Yustinus Mirip, Penyandang Disabilitas yang Berhasil Meraih Mimpi jadi Sarjana Theologi

Jayapura, semuwaberita.com - Sebuah kisah inspiratif datang dari seorang pemuda Papua bernama Yustinus Mirip. Meski mengalami keterbatasan fisik, namun tak mengurangi semangatnya untuk meraih cita citanya.

Pemuda yang berasal dari sebuah kampung terpencil di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah ini berhasil menyelesaikan pendidikannya dan meraih gelar Sarjana Theologia (STh) dengan predikat kelulusan Cum Laude dari Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Sentani, pada Jumat (31/10/2025)

Awal Kehidupan dan Ujian Tak Terduga

Kepada semuwaberita.com, Yustinus yang mengalami kelumpuhan dan beraktivitas hanya dengan menggunakan kursi roda ini pun menceritakan kisah hidupnya.

Yustinus Mirip, lahir dengan kondisi normal. Ia tumbuh seperti anak-anak lain di kampung halamannya di Distrik Agisiga, Kabupaten Intan Jaya, tanpa pernah membayangkan bahwa hidupnya kelak akan berubah secara drastis.

"Perjalanan pendidikan saya dimulai di SD Negeri Inpres Agisiga, Kabupaten Intan Jaya, tempat saya menimba ilmu hingga lulus tahun 2008. Setelah itu, saya melanjutkan ke SMP YPPGI Nabire dan lulus pada tahun 2010, sebelum meneruskan ke SMK Petera Nabire," tuturnya.

Namun, tahun 2011 menjadi titik balik hidupnya. Sebuah kecelakaan membuatnya mengalami cedera parah pada bagian kaki dan paha. Urat kaki tertarik dan tulang paha retak, hingga ia harus menjalani perawatan cukup lama di Rumah Sakit Dok II Jayapura.

"Tahun-tahun itu bukan hanya masa sakit, tetapi juga masa ujian iman. Saya kehilangan banyak hal termasuk kemampuan untuk berjalan seperti dulu. Namun, di balik rasa sakit itu, saya justru menemukan makna hidup yang baru. Saya belajar melihat hidup bukan dari keterbatasan, tetapi dari kesempatan untuk bertumbuh dalam iman," tuturnya.

Transformasi dan Kebangkitan

Selama kurang lebih tiga tahun dirawat di rumah sakit, Yustinus akhirnya diperbolehkan pulang pada tahun 2014.

"Saya meninggalkan rumah sakit pada tahun 2014 dengan semangat baru. Masa itu saya sebut sebagai 'masa transformasi', bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental, jiwa, dan spiritual," ucapnya.

Setelah keluar dari rumah sakit, yakni sejak 2014 - 2019. Yustinus mengaku menjalani proses pembentukan diri melalui doa, refleksi, dan pelayanan kecil di gereja. "Dalam keterbatasan, saya menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kemampuan tubuh, yaitu kekuatan iman dan tekad," akunya.

Pada tahun 2020, ia memberanikan diri untuk mengikuti Ujian Paket C di Kampung Harapan dan dinyatakan lulus. Lalu pada tahun 2021, Yustinus melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Sentani.

"Selama kuliah, saya belajar bukan hanya tentang teologi, tetapi juga tentang arti pengabdian dan ketekunan. Dengan tekad yang tak pernah padam, saya berhasil menyelesaikan studi dan pada tahun 2025, saya resmi lulus dengan predikat CUM LAUDE dan menyandang gelar Sarjana Teologi (S.Th)," akunya bersyukur.

Menjadi Pemimpin dalam Keterbatasan

Selama berkuliah, Yustinus juga aktif melakukan pelayanan di gereja dan juga aktif berorganisasi.

"Selama kuliah, saya diberi kepercayaan untuk memimpin di berbagai organisasi diantaranya sebagai Ketua Pemuda Sion Taruna, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Teologi STAKPN Sentani, Ketua Persatuan Osis dan Mahasiswa (POM) STT se-Jayapura," bebernya.

Melalui setiap tanggung jawab yang diemban tersebut, Yustinus mempelajari bahwa keberhasilan sejati lahir dari hati yang mau melayani.

"Saya bersyukur karena melalui pengalaman organisasi, saya dapat membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak pernah menjadi penghalang untuk memimpin dan memberi inspirasi bagi orang lain," ucapnya.

"Saya selalu berpegang pada keyakinan bahwa selagi masih ada napas, tidak ada kata terlambat untuk berjuang,” sambungnya.

Keterbatasan bukan alasan untuk berhenti. Justru di dalam keterbatasan, Tuhan menyatakan kuasa-Nya. Yustinus meyakini bahwa pendidikan adalah jalan menuju perubahan. Seperti kata Nelson Mandela “Pendidikan adalah senjata paling tajam yang mampu mengubah dunia".

"Melalui pendidikan dan iman, saya belajar mengubah penderitaan menjadi kesaksian, luka menjadi kekuatan, dan keterbatasan menjadi sarana untuk memuliakan Tuhan," katanya.

Pesan untuk Generasi Muda Papua

Kepada semua generasi muda Papua dan seluruh anak bangsa, Yustinus berpesan,“Jangan menyerah pada keadaan. Tuhan sanggup memakai kelemahan kita untuk menunjukkan kemuliaan-Nya. Apapun latar belakangmu entah engkau dari kampung kecil, menghadapi kesulitan ekonomi, atau hidup dengan keterbatasan fisik teruslah melangkah. Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang berjuang dengan iman".

"Karena pada akhirnya, bukan kemampuan yang membuat kita berhasil, tetapi ketekunan dan keyakinan bahwa hidup kita berharga di hadapan Tuhan," pesannya mengakhiri wawancara.(Irn)

Copyright © Semuwaberita.com | Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media