Jayapura, semuwaberita.com - Masa jabatan Gubernur Papua Barat akan berakhir di tahun ini dan Gubernur Papua di tahun depan. Selanjutnya Pemerintah Pusat akan menunjuk seorang Carateker atau Penjabat Gubernur untuk melanjutkan kepemimpinan di masa transisi menuju Pemilukada serentak yang akan digelar pada 2024 mendatang.
Terkait pengisian jabatan Carateker Gubernur, Sinode GKI di Tanah Papua mengusulkan sebaiknya tidak berasal dari TNI Polri.
Usulan ini disampaikan langsung Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pendeta Andrikus Mofu di media beberapa waktu lalu.
Dikutip dari kumparan.com, Andrikus Mofu beralasan karena saat ini wilayah Provinsi Papua maupun Papua Barat, bukan berada dalam wilayah yang harus dan terus diinterogasi.
"Masyarakat Papua tidak perlu diinterogasi dan tidak perlu diberikan ruang untuk hal hal yang berkaitan dengan intervensi," tegasnya.
Menurut ia, yang layak untuk mengisi jabatan tersebut adalah mereka yang betu betul dapat melaksanakan tugas tanggung jawab secara independen, dan tidak berafiliasi dengan dengan kepentingan baik golongan politik dan lainnya.
"Sebaiknya pemerintah pusat tidak perlu mengirim pejabat dari luar, karena akan memberikan image negatif bagi Papua, khususnya para pejabat yang bertugas sebagai aparatur negara. Ini berarti negara sendiri tidak mempercayai aparaturnya yang sudah ada," tukasnya.
Menanggapi pernyataan pendeta Andrias Mofu, Ketua Pemuda Adat Papua wilayah III Domberai, Septi Medodga menyatakan, sebaiknya seorang pimpinan Gereja bersikap netral.
"Seorang hamba Tuhan seharusnya mencontohi kehidupan Kristus, yang tidak berpolitik praktis tetapi berpikir tentang kehidupan umat," kata Septi kepada semuwaberita.com, Selasa (19/04/2022).
Menurut ia, tugas pimpinan gereja bukan untuk mengklaim ini dan itu atau membuat syarat dan ketentuan dengan asumsi-asumsi pribadi terkait urusan pemerintah.
Gereja Fokus Pelayanan Umat
Gereja dan Pemerintah punya fokus pelayanan yang sama yaitu masyarakat, namun tugas pokok dan fungsi pelayanan yang diberikan berbeda-beda.
"Oleh karena itu, hendaknya Pemerintah jangan mengatur yang menjadi tupoksi pelayanan Gereja, begitupun sebaiknya. Pimpinan Umat hendaknya menjadi mitra kerja aktif pemerintah dalam menjaga kerukunan antara umat untuk bersama-sama membangun kesejahteraan masyarakat, bukan memberikan pernyatan-pernyataan yang tendesius kepada oknum tertentu, apalagi lembaga negara," tuturnya menyayangkan.
Septi meyakini pemerintah pusat/negara pasti punya analisasi dan kriteria yang sudah ditetepkan untuk memilih carateker Kepala Daerah. Apalagi di tanah Papua, memilki indeks kerawanan Pilkada sangat tinggi.
"Pasti pemilihannya mengambil berbagai pertimbangan yang matang. Penentuan Penjabat Kepala Daerah pasti punya kepentingan. Dan tugas utama Penjabat Gubernur yang merupakan kepentingan pemerintah dan masyarakat adalah menyukseskan Pemilukada serantak pada tahun 2024," bebernya.
Sehingga apabila ada ASN yang dilihat berdasarkan pengalaman dan rekam jejak serta karya yang telah dibuat dan dari segi kepangkatan memenuhi, maka sudah tentu pemerintah berhak untuk menetapkannya sebagai Penjabat Kepala Daerah.
Perlu diketahui bahwa TNI-Polri yang sudah pensiun/bukan lagi TNI/Polri aktif dan masih dipercayakan negara menjabat pada jabatan pemerintahan berarti merupakan ASN Aktif.
"Oleh sebab itu saya menghimbau agar pemimpin pemimpin gereja harus fokus dan tidak boleh membuat pernyataan politik yang membedakan sesama anak Papua, harapan saya sebagai Ketua Pemudaa Adat Papua Wilayah lll Domberai bahwa siapapun yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk carateker Gubernur Papua Barat wajib orang asli papua. Dan kita sama sama menjaga kebersamaan saling menghargai untuk menjaga papua barat sebagai rumah kita bersama," pungkas Septi.(Irn)