Jayapura, semuwaberita.com - DPR Papua bersama KPU Papua, Bawaslu dan Forkompinda Papua kembali menggelar rapat tindaklanjut, pembahasan tentang isu strategis menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, terutama menyangkut perekaman e-KTP dan daerah rawan konflik.
Pertemuan yang berlansung di ruang Banggar DPR Papua itu, dipimpin lansung oleh Ketua DPRP Jhony Banua Rouw, didampingi Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda, Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize, dan Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, Jumat (12/8/2022).
Ketua DPRP menyatakan, menghadapi Pemilu 2024, memang ada masalah yang sangat urgent yang harus diselesaikan dalam waktu singkat.
"Karena sampai saat ini, setelah penetapan tiga Daerah Otonom Baru (DOB) atau provinsi baru di Papua, akan berdampak kepada perubahan UU Pemilu," ujarnya kepada wartawan usai rapat.
Untuk itu, lanjut Jhony Banua Rouw, harus dipersiapkan segala sesuatunya oleh pemerintah pusat yang akan menjadi kebutuhan kami di Papua.
Menurutnya, kebijakan pemerintah pusat dengan menggunakan e-KTP, sangat baik untuk menertibkan administrasi kependudukan di Papua. Namun, disisi lain, harus dipahami bahwa di Papua ada wilayah-wilayah yang susah untuk melakukan perekaman e-KTP.
“Bisa kita lakukan, tapi butuh waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Sedangkan, waktu perekaman sampai digunakan oleh KPU, itu tadi disampaikan bahwa hanya sampai bulan Februari 2023. Artinya, menurut kami sangat mepet untuk Papua yang luas ini untuk perekaman semua,” jelasnya.
Jhony mengkhawatirkan, ketika Pemilu 2024 dilaksanakan, maka rakyat Papua terutama wilayah wilayah yang susah aksesnya, banyak warga yang tidak mempunyai hak suara, karena tidak mendapatkan e-KTP yang dipakai sebagai dasar untuk mendapatkan kertas suara.
“Itu artinya, orang Papua banyak yang tidak menggunakan hak suaranya. Padahal, Undang-Undang Dasar kita menyebutkan bahwa setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak untuk memilih dan dipilih. Jangan ada undang – undang lain yang menggugurkan itu, karena ada masyarakat ingin menggunakan hak pilihnya, tapi karena terbentur aturan yang menghambat,” ujarnya.
Apalagi perekaman e-KTP di Provinsi Papua baru mencapai 45 persen sampai bulan Juli 2022. Dalam pertemuan ini, lanjut Jhony, hasilnya disepakati pada 22 -27 Agustus 2022, akan dibawa keputusan itu ke pemerintah pusat agar masyarakat Papua yang tidak melakukan perekaman e-KTP bisa menggunakan hak pilihnya.
“Selama ini, pemilihan menggunakan TPS dan sebagainya, buktinya di Papua kita juga boleh memakai sistem noken. Kenapa ini tidak bisa kita terapkan? Karena itu kepentingan rakyat kita,” bebernya.
Selain itu, dalam pertemuan ini, juga disepakati soal keterwakilan orang Papua di DPR RI.
“Juga disepakati adalah 5 kursi dari 4 provinsi di Papua. Jadi, masing-masing diberikan kuota 5 kursi, sebagai keterwakilan Papua di DPR RI, yang tadinya 10 kursi menjadi 20 kursi,” jelasnya.
Hasil pertemuan ini juga disepakati masalah daerah pemilihan (Dapil) di Papua, sehingga KPU diminta segera menyiapkan perencanaannya untuk dibawa dan disampaikan ke Jakarta.(VM)