Jayapura, semuwaberita.com - Kisah masa sekolah selalu menjadi kenangan terindah bagi seorang Irjen Pol Mathius D. Fakhiri.
Lahir sebagai seorang anak anggota Polisi, membuat Mathius Fakhiri sejak kecil selalu ditempa dengan sikap kedisiplinan dari ayahnya alm. Letkol (purn) Nathalis Yame Fakhiri dan ibunya Martha Kabuare.
Sikap kedisiplinan itu dilakoninya sejak masa sekolah hingga kini sukses meniti karir sebagai orang nomor satu di Kepolisian Polda Papua.
Dalam kisahnya, Mathius kecil pernah mengalami kejadian mati suri saat usianya belum menginjak 2 tahun.
Saat itu, Mathius yang lahir di Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat, 56 tahun silam mengalami batuk kejang hingga mati suri dan kesulitan bicara. Beruntung anak ketiga dari 11 bersaudara itu selalu dilatih berbicara oleh saudaranya yang lain sehingga perlahan akhirnya bisa kembali pulih.
Awal Pindah Tugas sang Ayah
Peristiwa pemberontakan OPM pada 1967- 1968 di Ransiki, membuat Mathius dan keluarganya harus mengungsi ke rumah kakeknya di Manokwari.
Disitulah awal, ia bersama keluarganya harus berpindah pindah daerah mengikuti tugas sang ayah. Dari Manokwari, Mathius pindah ke Boven Digoel pada tahun 1970an dan Kepi.
Di Kepi, Mathius Fakhiri mulai menjalani pendidikan dasar hingga SD YPK Merauke pada tahun 1981. Kemudian berpindah lagi ke Jayapura, dimana ia melanjutkan pendidikan di SMP YPPK Teruna Mulia Argapura.
Selang enam bulan, ayahnya dimutasikan ke Wamena, sehingga Mathius melanjutkan pendidikan di SMP YPPK St. Thomas Wamena. Setelah lulus ia kemudian melanjutkan sekolahnya di SMAN 2 Jayapura.
Mathius mengaku selama bersekolah, ia selalu berjalan kaki kaki dari rumah ke sekolah.
"Seperti saya SD di Merauke harus berjalan dari Pelayaran Baru menuju Ermasu, begitu juga saat SMP harus berjalan dari Bhayangkara menuju Argapura. Sama halnya saat melanjutkan SMP di Wamena, harus berjalan dari Polres ke sekolah Santo Thomas. Saat SMA di Jayapura, saya masih harus berjalan kaki dari Bhayangkara menuju Dok 9 agar bisa sampai disekolah,” ungkap Mathius saat ditemui di Jayapura, Jumat (03/05/2024).
Melihat proses hidup yang ia lalui, Fakhiri mengaku tidak mempersoalkan apa yang menjadi kekurangan keluarga.
"Saya sangat bersyukur, sebab dengan berjalan kaki, saya bisa menjadi lebih kuat dan termotivasi untuk bagaimana mempersiapkan diri sebaik mungkin sejak dini, dalam upaya meraih masa depan cemerlang," akunya.
Seraya tersenyum, mantan Wakapolda Papua dan juga Papua Barat ini menceritakan kisahnya saat SMA yang sering numpang mobil saat hendak ke sekolah maupun pulang sekolah.
“Selain berjalan kaki, kalau di Jayapura itukan terkenal dengan leften (menumpang,red) kendaraan blakos (belakang kosong). Ini jelas membuat dan mengasah mental kita menjadi lebih baik dan kuat. Kalau saya karena tinggal di Bhayangkara, tempat yang menjadi populer itu di Lumba-Lumba, apalagi di situ ada penjual pisang goreng yang enak,” urainya tertawa.
Asah Bakat, Jangan Abaikan!
Saat menempuh pendidikan umum di SMAN 2 Jayapura, Mathius, siswa disiplin dan sedikit bicara (pendiam) ini ternyata memiliki prestasi dalam dunia olahraga.
Semasa sekolah, kegiatan ekstrakurikuler yang ditekuninya adalah atletik cabang lari, yang mana ia cukup sukses memenangkan kejuaraan tingkat sekolah sampai nasional. Mathius Fakhiri bersama kontingen Papua berhasil membawa Piala Presiden pertama ke Papua.
“Saya waktu sekolah tidak nakal. Seusai sekolah saya sering habiskan waktu di lapangan mandala untuk mengasah bakat olahraga saya bersama pak Hamsah teman saya. Jadi bakat itu harus diasah, jangan ditinggalkan atau diabaikan,” tukasnya.
Menurut Mathius, setiap orang mempunyai bakat tertentu, tapi tidak semuanya mau menajamkannya.
“Tentu sangat disayangkan bila adanya bakat yang dimiliki tidak dikembangkan, padahal bakat juga penting untuk diasah karena bisa menjadi bekal menghadapi kehidupan nyata, bisa jadi alternatif pekerjaan, munculkan optimisme dan produktifitas serta membiasakan diri terbiasa dalam ketekunan,” katanya panjang lebar.
Oleh karena itu, lanjutnya, Irjen Mathius Fakhiri mengajak setiap generasi muda untuk terus mengasah dan meningkatkan bakat lewat kegiatan-kegiatan positif dalam rangka mempersiapkan diri jauh lebih baik.
“Meskipun lewat berkompetisi, kita tetap harus bangun hubugan baik dengan sesama generasi muda (pertemanan), dengan harapan ketika dipertemukan kembali apa yang dulu pernah dilakukan bersama akan menjadi cerita indah yang tidak pernah dilupakan,” pesannya.
“Pertemanan itu satu kekuatan bagi bangsa dan negara dalam mengisi ruang-ruang pekerjaan untuk membangun. Jadi teman itu jangan ditinggal, sebab sesungguhnya teman dan saudara itu yang bisa saling melihat ketika kita susah. Itulah yang namanya teman senjati,” pungkasnya.(irn)