SENTANI, semuwaberita.com - Merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah kabupaten Jayapura, masyarakat bersama lima Ondoafi di Distrik Raveni Rara, mengancam akan bergabung dengan wilayah Kota Jayapura.
Keluhan ini disampaikan warga dalam acara tatap muka bersama Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Jayapura, Patrinus R. N. Sorontou, beberapa waktu lalu.
Patrinus kepada awak media, Kamis (09/04/2020) mengatakan, distrik Raveni Rara berada di perbatasan wilayah Kota dan Kabupaten Jayapura.
"Mereka meminta dibangunkan tugu perbatasan antara wilayah Distrik Raveni Rara, Kabupaten Jayapura dengan Kota Jayapura dan juga meminta akses jalan darat segera dibangun karena selama ini mereka menggunakan jalur laut yang sangat membahayakan warga," ujar Patrinus yang mengunjungi distrik Raveni Rara dalam rangka mensosialisasikan pencegahan Covid-19 kepada warga setempat
"Saya terima keluhan itu, waktu kami lakukan kunjungan ke kampung-kampung dan distrik-distrik dalam rangka sosialisasi pencegahan Covid-19 ini. Jadi pas waktu itu, mereka (masyarakat Raveni Rara) minta agar saya bisa meneruskan keluhan mereka itu ke Bupati Jayapura,” ujar Patrinus
Bahkan dalam pertemuan itu, lanjutnya, warga setempat mengancam jika permintaannya tidak dihiraukan oleh Bupati Jayapura, maka mereka minta Distrik Raveni Rara untuk dipindahkan ke Kota Jayapura. Apalagi akses ke Kota Jayapura lebih dekat dibanding ke Kabupaten Jayapura.
“Alasannya para Ondo, harus dibangun tugu perbatasan. Karena banyak warga dari Kota Jayapura, Pasir VI yang merambah masuk hingga ke wilayah Distrik Ravenirara,” terangnya.
Karena itu, perlunya ada batas wilayah yang jelas hasil kesepakatan antara pihak Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. “Supaya ada legalitas batas wilayah yang jelas, namun sampai sekarang tidak ada. Yang kedua adalah akses jalan, jalan dari Depapre sampai ke ibukota Distrik Ravenirara di Kampung Yongsu Desoyo harus segera dibangun yang panjangnya kurang lebih 1 km saja,” jelas politisi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Jayapura.
Patrinus menambahkan, buruknya akses jalan darat, sehingga warga memilih menggunakan jalur laut yang sangat beresiko terhadap keselamatan mereka, apalagi saat musim gelombang datang. Dampak lainnya, Puskesmas disana alami kesulitan saat hendak merujuk pasien gawat darurat ke rumah sakit di kota.
“Puskesmas yang dibangun besar disana tidak bisa evakuasi pasien keluar, akhirnya banyak pasien yang meninggal. Jadi dua hal itu yang mereka minta, kalau akses jalan tidak bisa masuk, batas wilayah tidak bisa bikin, maka mereka minta pindah ke Kota Jayapura karena Pemkab Jayapura dianggap tidak pernah memperhatikan mereka,” pungkas Patrinus. (Irfan)